Depok –25 Januari 2024 – setelah sukses menyelenggarakan kegiatan perdana dialog yang mempertemukan antara mahasiswa dan Jubir Muda Capres RI 2024, Departemen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Indonesia kembali hadir dengan Youth Talk! Series 2. Mengusung tema Masa Depan Pembangunan berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat dan Desa, Jubir dari masing- masing tim pemenangan memberikan paparan mereka terkait dengan visi dan misi para paslon.
“Permasalahan lingkungan yang sedang terjadi berakar dari penggunaan sumber daya alam yang tidak sesuai dengan ukurannya. Terdapat beberapa kebijakan yang perlu ditinjau kembali dan disesuaikan dengan keadaan di lapangan,” kata Andi Wirapratama, Juru Bicara Muda Timnas AMIN. Andi menambahkan bahwa gagasan terkait dengan hilirisasi, pemerataan sumber daya alam, dan transisi ke energi bersih harus segera digalangkan. Untuk masalah pangan, pasangan AMIN merumuskan kebijakan, yakni intensifikasi lahan dan kesejahteraan petani. “Selain itu, desa-desa di Indonesia juga perlu mandiri dan maju. Masyarakat, termasuk masyarakat adat dan desa, perlu dijamin keadilannya dalam redistribusi lahan,” tambahnya.
Sementara itu Juru Bicara Muda TKN Prabowo-Gibran, Astrio Feligent mengutarakan bahwa Indonesia perlu bergerak tidak hanya menuju Indonesia Emas, tetapi juga Indonesia Hijau. “Saat ini, dunia sedang mengalami fenomena deglobalisasi. Banyak negara sedang berusaha untuk kembali fokus ke domestik negaranya masing-masing,” ungkap Astrio. Astrio juga menerangkan bahwa saat ini Indonesia juga berada dalam ancaman krisis iklim dan pangan. Untuk mengurangi dampak dari kedua ancaman tersebut, Astrio menjelaskan bahwa pasangan Prabowo-Gibran merumuskan kebijakan untuk menyediakan lumbung pangan melalui ekstensifikasi lahan. Dalam kebijakan esktensifikasi lahan tersebut, redistribusi tanah ke petani juga harus dilakukan secara adil. “Sementara, terkait dengan krisis iklim, carbon offset dapat menjadi satu solusi yang dapat dicapai melalui reforestasi hutan-hutan di Indonesia dan elektrifikasi, atau penggunaan energi listrik,” kata Astrio.
Di sisi lain Indah Lestari, Anggota Eksekutif Politik 5.0 TPN Ganjar-Mahfud, membuka dialog dengan melihat kembali posisi Indonesia dalam indeks-indeks global. “Indonesia perlu bergerak menjadi Indonesia yang adil dan lestari,” jelas Indah. Indah juga menerangkan bahwa pasangan Ganjar-Mahfud juga mengedepankan visi-misi pembangunan manusia yang didukung dengan penguasaan sains dan teknologi serta pembangunan ekonomi berdikari yang berbasis pengetahuan dan mewujudkan ekonomi hijau. “Adapun untuk mendukung visi- misi tersebut, program kerja Ganjar-Mahfud akan berfokus pada kesejahteraan petani dan nelayan, membudayakan kampung sadar iklim, dan reforma agraria yang tuntas. “Supremasi hukum menjadi instrumen yang mendukung terwujudnya implementasi dari program-program ini,” tutup Indah.
Acara ini turut menghadirkan empat orang perwakilan mahasiswa sebagai penanggap dari paparan yang diberikan oleh masing-masing jubir. Empat perwakilan mahasiswa tersebut adalah Chris Wibisana (Mahasiswa S1 Hubungan Internasional, FISIP Universitas Indonesia), Arsya Malika Atmaja (Mahasiswa S1 Sosiologi, FISIP Universitas Indonesia), Kynan Tegar (Mahasiswa S1 Antropologi, FISIP Universitas Indonesia), dan Safriska Desna Putri (Mahasiswa S2 Hubungan Internasional, FISIP Universitas Indonesia).
“Ada human dan environmental cost dari proyek-proyek hilirisasi yang saat ini sedang dilaksanakan, kata Chris. Chris juga mengkristisi kebijakan hilirisasi yang sering disebutkan dalam program-program yang dirancang oleh pasangan Prabowo-Gibran. Chris mempertanyakan keberlanjutan hilirisasi dengan pertimbangan biaya-biaya yang ada. Sementara itu, Arsya menanggapi salah satu misi dari pasangan Ganjar-Mahfud terkait dengan Harmoni Hutan untuk Keseimbangan antara lain moratorium deforestasi, mempercepat reforestasi, reboisasi, restorasi, dan rehabilitasi. “Perlu ada solusi konkrit yang yang dapat dihadirkan oleh pasangan Ganjar-Mahfud,” tegas Arsya.
Di sisi lain, Kynan, mahasiswa Antropologi yang masuk melalui jalur afirmasi Suku Dayak, mengkritisi kebijakan Pemerintah Indonesia yang merugikan masyarakat adat karena tidak secara substantif melibatkan mereka dalam pembuatan kebijakan. “Projek Food Estate, UU Omnibus, dan UU IKN adalah hasil dari pemerintahan Jokowi tanpa partisipasi substantif dari masyarakat, terutama masyarakat adat,” kata Kynan, menyampaikan keresahannya sebagai bagian dari masyarakat adat. Kynan juga mempertanyakan komitmen dan strategi konkret pasangan Anies-Muhaimin untuk mengganti kerugian sosial-ekonomi-budaya yang dialami oleh masyarakat adat, seperti di IKN. “UU dapat direvisi, tetapi ketidakadilan yang sudah dirasakan oleh Masyarakat Adat dan kehancuran lingkungan tidak dapat direvisi,” tegas Kynan. Sementara, Safriska menanyakan program ketahanan pangan yang ditawarkan oleh ketiga juru bicara capres sekaligus bagaimana cara memperbaiki kegagalan program food estate. “Program food estate dinilai merugikan petani, memicu konflik agraria, merusak lingkungan, dan merugikan negara,” pungkas Safriska.
Sesi dialog antara ketiga jubir milenial dan ketiga perwakilan mahasiswa dipandu oleh Kirana Virajati (Peneliti CIRes – Departemen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia) sebagai moderator. Diskusi ini tidak hanya terbatas antara ketiga jubir milenial dan ketiga penanggap, namun turut melibatkan audiens yang juga sebagian besar adalah mahasiswa dan akademisi muda. Dengan alur diskusi yang dinamis namun dengan suasana yang santai, diskusi ini memantik beragam isu yang selaras dengan tema yang dibawakan.