Depok, 20 November 2025 – Departemen Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), melalui Klaster Solidaritas Selatan, Pembangunan dan Transformasi Tata Kelola Pembangunan Berkeadilan, menyelenggarakan diskusi akademik bertajuk “Global IR and Its Antinomies: Is Another Critical Approach Possible?”. Acara ini menghadirkan para akademisi dan peneliti untuk membahas perkembangan kajian Hubungan Internasional (HI), ketegangan epistemik dalam Global IR, serta prospek pendekatan kritis alternatif di tengah perubahan struktur global.
Diskusi dipandu oleh Ardhitya Eduard Yeremia Lalisang, Ph.D., yang menekankan pentingnya percakapan ini sebagai upaya menavigasi perubahan global sekaligus menantang hierarki intelektual lama. Ia menyoroti bahwa Global IR mengandung sejumlah antinomi—kontradiksi internal—yang memunculkan pertanyaan apakah benar dapat menjadi alternatif atas teori Barat atau justru membutuhkan pendekatan kritis baru.

Dalam paparannya, Dr. Carmina Yu Untalan menegaskan bahwa kajian HI di Asia Tenggara berkembang lebih belakangan dibanding kawasan lain, sehingga pembahasan antinomi Global IR penting untuk memperluas agensi intelektual regional. Ia menggarisbawahi keterbatasan teori tradisional Barat seperti realisme dan liberalisme, serta menjelaskan bahwa Global IR harus dihadapkan pada tantangan pluralisme, risiko menjadi wacana turunan, jebakan esensialisme, hingga kesulitan menjaga interdisiplinaritas.
Dr. Carmina menawarkan gagasan Global IR 2.0 yang diinspirasi pendekatan feminis, postkolonial, dan dekolonial. Menurutnya, pendekatan ini dapat “mengundisiplinkan” HI dengan menyoroti sejarah terpinggirkan, dinamika domestik, serta suara-suara dari Global South. Ia menekankan bahwa diversifikasi HI bukan sekadar menambah perspektif geografis, melainkan merombak fondasi konseptual disiplin itu sendiri.
Sesi diskusi turut menghadirkan refleksi kritis dari peserta mengenai keterbatasan struktural akademisi Indonesia, fragmentasi internal, serta minimnya keterlibatan lintas disiplin. Dr. Carmina menekankan pentingnya warisan sejarah Indonesia, termasuk Bandung Spirit, sebagai modal untuk menghasilkan inovasi teoritis yang berakar pada pengalaman pascakolonial.
Sebagai penutup, para peserta sepakat bahwa antinomi dalam Global IR tidak harus dihindari, melainkan dapat menjadi titik awal produktif untuk membangun pendekatan HI yang lebih inklusif, historis, dan plural. Melalui forum ini, FISIP UI menegaskan komitmennya dalam menciptakan ruang akademik yang mendorong refleksi kritis, eksplorasi epistemologi alternatif, serta kontribusi teoritis yang berakar pada realitas Global South.
