Neva Elena
HI UI 2022
Studi hubungan internasional secara umum berbicara mengenai interaksi antar aktor internasional dalam dinamika ruang dan waktu yang terus berubah. Interaksi yang dimaksud ini mencakup interaksi yang negatif, seperti perang dan konflik, serta interaksi yang positif, seperti kerja sama dan diplomasi.
Interaksi dalam hubungan internasional didasarkan oleh kepentingan dan objektif negara yang digambarkan dalam kebijakan luar negerinya. Kebijakan luar negeri dibentuk dengan mencakup serangkaian strategi negara dalam memanfaatkan power yang berada di tangannya, baik hard power, misalnya berupa kekuatan militer atau ekonomi, maupun soft power yang berupa berupa budaya, ideologi, dan nilai.
Diplomasi adalah kebijakan luar negeri atau statecraft yang menjadi salah satu media pengimplementasian kebijakan luar negeri tanpa bersikap agresif atau koersif, serta bentuk pencegahan atau revitalisasi hubungan antar negara.
Negara menggunakan diplomasi untuk merepresentasikan dan mengkomunikasikan kepentingan nasionalnya yang akan bertarung dengan variabel-variabel dan tekanan eksternal. Tradisionalnya, diplomasi yang disebut sebagai track one diplomacy (jalur pertama) dilakukan oleh negara melalui pengiriman representatif negara, umumnya diplomat atau institusi negara. Namun, pada masa kontemporer ini, diplomasi dilakukan melalui track two dan track three (jalur-jalur lain) yang melibatkan peran institusi non-negara, bahkan individu, dalam proses negosiasi.
Sejak abad ke-20, tari telah bergerak lebih aktif sebagai instrumen diplomasi yang diadopsi oleh negara, utamanya negara-negara Barat. Berawal dari masa renaisans di abad ke-15, tari dan seni lainnya mengalami kebangkitan di Eropa yang mana tari dengan segala kompleksitas dan aturannya memberi kesempatan bagi kaum borjuis untuk memiliki pengalaman yang sama dengan kaum bangsawan.
Pada masa ini pula, tari merupakan bagian dari proses politik dan kendaraan dalam berdiplomasi untuk menyampaikan pesan politik dan citra pemimpin negara. Namun, tari dalam diplomasi semakin disorot pada masa Perang Dingin karena dengan melemahnya penggunaan militer antar dua hegemon, Amerika Serikat dan Uni Soviet, salah satu soft power yang digunakan oleh keduanya dalam berkompetisi secara “damai” adalah tari. Jika Amerika Serikat memiliki modern dance dan jazz, Uni Soviet menguasai tari balet yang diadopsi dari penari dan guru balet dari Perancis–Italia. Di bawah suasana detente di era tersebut, tari memiliki andil dalam strategi AS dan Soviet untuk menyusun praktik-praktik diplomasi, bahkan propaganda ideologi.
Kedekatan tari dengan kehidupan sehari-hari membuat kemampuan tari dalam dunia politik internasional dipandang sebelah mata. Diskursus tari dalam hubungan internasional masih berpusat pada pembahasan tari dalam diplomasi.
Di abad ke-21 ini, diskursus tari dalam hubungan internasional dapat dibaca dalam konteks poskolonialisme, konstruktivisme, transnasionalisme, aktivisme, regionalisme, edukasi non-formal, identitas nasional, peacebuilding, dekolonisasi budaya, dan nation-building. Sebagai pendekatan yang cenderung baru di akhir abad ke-20, poskolonialisme dan konstruktivisme menjadi pemain besar dalam diskursus tari dalam hubungan internasional. Seperti pada negara-negara bekas jajahan, misalnya Afrika, tari berperan penting dalam proses resistensi terhadap aturan-aturan koloni yang memarjinalkan posisi Afrika dalam dunia internasional dengan membuat tari genre baru untuk menandingi tari-tari lain dari Barat agar mengembalikan kebanggaan budaya Afrika yang ditindas.
Konstruktivisme berkontribusi terhadap diskursus pembentukan identitas nasional negara melalui tari, seperti yang dialami oleh Britania Raya melalui proses “Anglicisation” terhadap budaya Amerika dan Eropa. Potensi tari untuk dikaji melalui pendekatan Ilmu Hubungan Internasional yang beragam ini mulai mengudara, tetapi volumenya belum dapat mengalahkan pembahasan mengenai tari dalam diplomasi.
Selain bervariasi dalam pendekatan Ilmu Hubungan Internasional, diskursus mengenai tari dalam hubungan internasional telah merebak dari negara-negara Barat ke negara-negara non-Barat.
Seperti di kawasan Asia, tari mengambil bagian dalam kegiatan India International Ramayana Mela yang diselenggarakan oleh Indian Council for Cultural Relations (ICCR) dengan mengundang negara tetangga, seperti Thailand, Indonesia, Singapura, Malaysia, Filipina, Laos, Kamboja, Myanmar yang bertujuan menghubungkan dunia melalui tradisi Ramayana. Hal ini didasari oleh Ramayana sebagai benang merah yang menautkan budaya kawasan Asia karena Thailand mengenal Ramayana dengan nama Ramakien, Malaysia mengenalnya dengan nama Hikayat Seri Rama, dan Filipina menyebutnya Maharadia Lawana.
Selain dari integrasi kawasan, tari juga berpotensi dalam menghubungkan Barat dengan non-Barat, bahkan dua negara yang berada dalam ketegangan politik, melalui proyek ArtsCross yang dimulai pada tahun 2009 dengan mengikat Beijing, Taipei, dengan London melalui institusi tari domestik dan koreografer dari masing-masing negara. Dengan demikian, tari memiliki posisi dalam usaha regionalisme dan jembatan antara kawasan non-Barat dengan Barat yang sebelumnya menitikberatkan integrasi politik dan ekonomi.
Berkaca pada fenomena diversifikasi Ilmu Hubungan Internasional dalam memandang poskolonialisme dan konstruktivisme, diskursus tari dalam hubungan internasional di era yang terglobalisasi ini tidak lagi berpatok pada usaha diplomasi dan pertukaran budaya. Bahkan, negara-negara yang pernah menderita kolonialisme seperti Indonesia menaruh praktek budaya seperti tari sebagai objek vital dalam proses pembangunan identitas nasionalnya.
Pada akhirnya, tari berada di tempat yang sama dengan diplomat karir, bahkan berpotensi lebih sukses menyentuh masyarakat internasional sehingga berdampak pada perbaikan dan penguatan hubungan antar masyarakat, citra negara, opini publik terhadap reputasi negara, serta pendekatan yang bottom-up.
Referensi
Abra, Allison. “English Style: Foreign Culture, Race and the Anglicisation of Popular Dance.” Essay. In Dancing in the English Style: Consumption, Americanisation and National Identity in Britain, 1918-50, 142–77. Manchester , England: Manchester University Press, 2017.
Aterianus-Owanga, Alice. “‘They Don’t Care about Us’: Representing the Black Postcolonial Subject through the Appropriation of Michael Jackson in Gabonese Urban Dance.” Journal of African Cultural Studies 31, no. 3 (January 9, 2017): 369–84. https://doi.org/10.1080/13696815.2016.1266464.
Bannerman, Cristopher. “ArtsCross.” ResCen, March 2021. https://rescen.net/artscross/.
Chatterjee, Arup K. “The Different Types of Ramayanas of Southeast Asia.” ETV Bharat, June 16, 2024. https://www.etvbharat.com/en/!opinion/the-ramayanas-of-southeast-asia-enn24071206678
ICCR. “7th India International Ramayana Mela – 2024.” Official website of Indian Council for Cultural Relations, Government of India, 2024. https://iccr.gov.in/newsletter/january-2024/newsletter-stories/7th-india-international-ramayana-mela-%E2%80%93-2024.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Festival Budaya Indonesia di Peru Dibanjiri Pengunjung,” Portal Kemlu, September 10, 2024, https://kemlu.go.id/lima/berita/festival-budaya-indonesia-di-peru-dibanjiri-pengunjung?type=publication.
Nevile, Jennifer. “Decorum and Desire: Dance in Renaissance Europe and the Maturation of a Discipline.” Renaissance Quarterly 68, no. 2 (Summer 2015): 597–612. https://doi.org/10.1086/682438.
Nicolson, Harold. Diplomacy, 3rd ed. (London: Oxford University Press , 1963).
Nye, Joseph S. “Public Diplomacy and Soft Power.” The Annals of the American Academy of Political and Social Science 616 (2008): 94–109. http://www.jstor.org/stable/25097996.
Searcy, Anne. Ballet in the Cold War: A Soviet-american exchange. New York, NY: Oxford University Press, 2020.
Sparti, Barbara. “Breaking down Barriers in the Study of Renaissance and Baroque Dance.” Dance Chronicle 19, no. 3 (January 1996): 255–76. https://doi.org/10.1080/01472529608569249.
Yoanda, Paul. “Diplomasi Indonesia Lewat Tari, Budaya Dan Rendang,” ed. Mellani Eka Mahayana, RM.ID, July 31, 2023, https://rm.id/baca-berita/internasional/181900/penerima-bsbi-kemlu-berlatih-di-sanggar-tari-musik-sumbar-diplomasi-indonesia-lewat-tari-budaya-dan-rendang.